KOMUNITARIANISME
Oleh Amitai Etzioni
[Profesor Sosiologi Universitas George Washington. Direktor Lembaga Studi Kebijakan Komunitarian. Penulis The Spirit of Community]
Komunitarianisme. Sebuah filsafat sosial dan politik yg menekankan kepada pentingnya komunitas dlm fungsi kehidupan berpolitik, dlm analisis dan evaluasi institusi politik, dan dlm memahami identitas dan kesejahteraan manusia. Paham ni berkembang pd 1980an sebagai kritik terhadap dua mahzab filosofis terkemuka: liberalisme kontemporer yg bertujuan untk melindungi dan meningkatkan otonomi dan hak pribadi dlm kegiatan pemerintahan, dan libertarianisme, sebuah bentuk liberalisme (yang jg dikenal sebagai “liberalisme klasik”) yg bertujuan melindungi hak individidu terutama hak kebebasan dan kepemilikan—melalui batasan yg ketat dlm kekuasaan pemerintah. Ada elemen komunitarian yg kuat dlm sistem agama dan politik modern seperti dlm Injil bangsa Yahudi (Perjanjian Lama) dan Perjanjian Baru kaum Kristiani (Act 4:32 “Adapun kumpulan orang yg telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tak seorangpun yg berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adlh miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adlh kepunyaan mereka bersama.”); jg dlm konsep Islamis tentang “shÅ«rÄ” (“perundingan”); dlm aliran Kong Hu Cu; dlm pemikiran sosial Katolik Roma (the papal encyclical Rerum Novarum [1891]); dlm konservatisme moderat (“Bersatu dgn kelas bawah, peduli terhadap kaum kecil dlm masyarakat, adlh prinsip pertama….dalam keberpihakan terhadap rakyat”—Edmund Burke); dan dlm demokrasi sosial, terutama Fabianisme. Paham komunitarianisme jg memainkan peranan penting dlm kehidupan masyarakat melalui keterlibatan dlm panggung pemilihan umum serta kebijakan pemimpin politik Barat pd akhir abad 20 dan 21, termasuk di dalamnya yaitu Perdana Menteri Inggris Tony Blair, Perdana Menteri Belanda Jan Peter Balkenende, dan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dan Barrack Obama.
Jenis Komunitarianisme
Istilah komunitarianisme digagas tahun 1841 oleh John Goodwyn Barmby, pemimpin pergerakan Chartist Inggris, yg jg dikenal sebagai sosialis utopis dan kaum yg memiliki gaya hidup komunal yg tak biasa. Istilah ni jarang dipakai oleh generasi setelahnya. Pada 1980an, komunitarianisme mulai dibangkitkan kembali oleh sebuah kelompok kecil filsuf Amerika yg menyetujui pentingnya kepentingan umum. Paham ni merupakan lawan dari liberalisme kontemporer yg hanya menekankan kepentingan individu terutama otonomi dan hak pribadi. Filsuf Kanada Charles Taylor dan teoritikus Politik Amerika Michael Sander adlh bagian cendikiawan terkemuka yg masuk ke dlm paham komunitarianisme. Teoritikus lainnya yg amsuk ke dlm paham ni adlh Shlomo Avineri, Seyla Benhabib, Avner de-Shalit, Jean Bethke Elshtain, Amitai Etzioni, William A. Galston, Alasdair MacIntyre, Philip Selznick, dan Michael Walzer. Dalam periode yg sama, cendekiawan politik dan komunitas Asia Timur menggunakan istilah komunitarianisme untk menjelaskan pemikiran sosial dlm komunitas otoriter seperti Cina, Singapura, dan Malaysia yg mengagungkan kewajiban sosial, dan lebih mementingkan kepentingan umum di atas otonomi dan hak individu. Tentu saja, komunitas seperti ini, melihat kumpulan individu sebagai kumpulan sel yg mencari arti dlm kontribusi terhadap kehidupan sosial secara keseluruhan bukan sebagai kumpulan agen yg memiliki kebebasan tersendiri. Cendikiawan yg termasuk ke dlm paham komunitarianisme ni adlh teoritikus Russell A. Fox dan duta besar Singapura Bilahari Kausikan. Pada 1990, Etzioni and Galston menggagas mahzab jenis ketiga yakni komunitarianisme “responsif”. Pengikut paham ni menciptakan sebuah pemahaman berdasarkan prinsip politik bersama, dan paham yg dijelaskan dlm buku dan karya akademis. Paham ni mendapat tempat dlm dunia politik, terutama di Barat. Gagasan utama paham ni adlh masyarakat menghadapi dua sumber utama norma, yakni kepentingan umum serta otonomi dan hak, kedua hal ni tak boleh saling mengungguli satu sama lain.Kepentingan Umum versus Hak Pribadi
Mengingat liberalisme klasik pd masa Pencerahan dpt dilihat sebagai reaksi terhadap kediktatoran, pemerintah yg opresif, komunitas tertentu yg terlalu berkuasa, dogma yg kaku selama berabad-abad, komunitarianisme dpt dipandang sebagai sebuah reaksi terhadap individualisme berlebihan. Komunitarianisme memahami liberalisme sebagai suatu penekanan berlebihan terhadap hak individu yg mengarahkan masyarakat untk menjadi egois dan egosentris. Individualisme berlebihan dibahas dlm karya komunitarian yakni Habits of the Heart: Individualism and Commitment in American Life (1985) oleh Sosiologis Amerika, Neelly Bellah. Ia mengamati bahwa pd awal 1980an bangsa Amerika Serikat menjadi lebih individualis. Dengan meningkatnya kemakmuran dari tahun 1950s, banyak faktor berkontribusi terhadap menurunnya rasa hormat terhadap otoritas tradisional seperti pernikahan dan meningkatnya pola hedonisme. Sosiologi kontemporer seperti Tönnies dan Ãmile Durkheim telah membahas kecenderungan antisosial dlm konteks modernisasi di mana mereka melihat kejadian ni sebagai transisi sejarah dari komunitas yg opresif tapi pengasuh (Gemeinschaft) menuju ke komunitas yg bebas tapi menjadi impersonal (Gesellschaft). Mereka memperingatkan bahaya anomie (suatu keadaan masyrakat tanpa norma) dan pengasingan komunitas modern dlm bentuk kumpulan individu yg memperoleh kebebasan tapi kehilangan pegangan sosial. Pemahaman meraka didukung oleh data sosial saintifik dlm Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Community (2000), oleh ilmuan politik Amerika, Robert Putnam. Hubungan yg erat antara individu dgn masyarakat telah dibahas dlm level teoritis oleh Sandel dan Taylor, di antara akademisi komunitarian, dlm kritik mereka terhadap liberalisme filosofis termasuk di dalamnya karya teoritikus liberal Amerika John Rawl dan filsuf Jerman Immanuel Kant. Sandel dan taylor berpendapat bahwa liberalisme kontemporer dan libertarianisme mengisyaratkan sebuah ide membingungkan tentang individu yg bereksistensi di luar masyarakat tapi tak hidup bermasyarakat. Mereka berpendapat bahwa tak ada individu secara umum tapi hanya ada orang Jerman / Rusia, penduduk Berlin / Moskow, / bagian dari komunitas tertentu. Hal ni karena identitas individual dibentuk (atau “dikonstruksi”) oleh hubungan budaya dan sosial. Mereka meyakini bahwa tak ada cara yg koheren untk membentuk hak / kepentingan individu dlm abstraksi dari konteks sosial. Lebih jelasnya, menurut, pemikir komunitarian, merupakan usaha yg sia-sia dlm membangun teori keadilan berdasarkan individual yg tak mementingkan status sosial, ekonomi, dan keadaan sejarah (sama dgn istilah mahzab Rawl “the veil of ignorance/tudung kebodohan”). Hal ni karena tak ada individu seperti itu, bahkan secara prinsip. Cendekiawan liberal berpendapat bahwa kritik terhadap liberalisme itu berlebihan dan terdapat kesalahpahaman. Walaupun menekankan kepada otonomi dan hak individu, mereka beranggapan bahwa liberalisme kontemporer masih memiliki kecocokan dgn paham individu yg terikat dgn sosial. Tentu saja, Rawl sendiri, dlm bukunya “A Theory of Justice (1971)”, mengemukakan pentingnya “perpaduan sosial” dan menegaskan “hanya dlm perpaduan sosial, seorang individu dpt menjadi utuh.” Oleh karena itu, menurut pemikir liberal, kritik pemikir komunitarian tak membantah inti teori liberal tapi hanya berfungsi sebagai koreksi terhadap doktrin liberal yg lebih “kuat” seperti libertarianisme, yg mendukung paham tersendiri tentang identitas individual (lihat di bagian bawah tentang Sebuah Sintesa Hak dan Kewajiban). Akademisi komunitarian jg mengambil pendapat Aristoleles dan filsuf idealis Georg Friedrich Wilhelm Hegel yg beranggapan bahwa konsepsi kepentingan harus dirundingkan dlm tataran sosial and komunitas tak dpt menjadi sebuah alam yg netral secara normatif. Jika sebuah formulasi sosial terhadap kepentingan bersama tak terbentuk maka tak akan tercipta sebuah fondasi normatif yg mengatasi konflik nilai antara individu dan kelompok. Kepentingan bersama tersebut (seperti kesejahteraan nasional) membuat orang dgn latar belakang moral dan ideologis yg berbeda dpt memiliki landasan prinsip yg sama, daripada hanya berdasarkan pd landasan kesamaan yg prudensial. Pemikir liberal dan libertarian merespon ni dgn menggolongkan posisi komunitarian sebagai saudara komunitarianisme otoriter Asia Timur. Mereka jg berpendapat bahwa formulasi sosial tentang kepentingan and kewajiban yg orang komunitarianisme yg mereka buat di mana individu dikesampingkan—kadang dpt menjadi opresif. Beberapa pemikir libertarian mengutip penarikan pajak dan vaksinasi wajib sebagai contoh dari aturan semacam itu.Sebuah sintesa: Hak dan Kewajiban.
Komunitarianisme responsif dpt digolongkan sebagai sebuah sintesa dari perhatian akademis liberal dan komunitarian. Sandel dan Taylor menyatakan bahwa banyak bentuk dari liberalisme filosofis, terutama libertarianisme, terlalu menekankan hak otonomi terhadap kepentingan masyarakat. Bagaimanapun, mereka kurang jelas dlm memaparkan tentang posisi hak individual, termasuk hak asasi manusia. Tentu saja, Alasdair MacIntyre menegaskan bahwa hak hanya merupakan bagian kecil dari imajinasi, seperti konsep kuda terbang. Pemikir komunitarian responsif berusaha menengahi pembagian ini. Dalam landasan karya akademik mereka, mereka mengusulkan bahwa semua komunitas harus menghormati klaim moral dari dua nilai inti yakni kepentingan bersama serta otonomi dan hak. Mereka jg beranggapan bahwa komunitas yg sebenarnya memiliki kecenderungan untk menjurus kepada salah satu nilai inti, jadi komunitas perlu ditarik ke nilai tengah. Dalam hal ini, Jepang, dlm pandangan mereka, sangat memperhatikan kepentingan umum, tapi kurang berkomitmen terhadap hak perempuan, etnis minoritas, dan penyandang cacat. Lebih jauh, Amerika Serikat selama kepemimpinan Ronald Reagan (1981-89) dan Inggris Raya selama masa Perdana Menteri Margaret Thatcher (1979-90) jg tak begitu memperhatikan hak individual. Perdana Menteri Tony Blair menunjukan sebuah perhatian untk kepentingan umum melalui kebijakan devolution dan “stakeholder society” (sebuah paham yg menekankan bahwa bisnis harus memperhatikan pegawai, konsumen, dan pihak lain yg terlibat), seperti yg dilakukan pd masa awal pemerintahan George W. Bush dlm dedikasinya terhadap “compassionate conservatism”.Setelah serangan 11 September 2001, kepentingan umum di Amerika Serikat seperti keamanan nasional dan beberapa hak individual (seperti hak habeas corpus) menjadi dibatasi. Senada dgn hal itu, komunitarian responsif jg memperingatkan bahaya definisi berlebihan hak perorangan dan memenangkan komunitas modern di mana orang menemukan relasi sosial yg luas dan derajat kebebasan yg tinggi. Pada awal abad 21, komunitarian responsif percaya bahwa negara-negara Skandinavia telah mencapai keseimbangan terbaik, walaupun masih ada hak individu yg dibatasi demi alasan keamanan dan sebagai respon terhadap sentiment anti -imigran.Implikasi terhadap Kebijakan.
Komunitarianisme telah membentuk sebuah kriteria untk formulasi kebijakan yg membuat masyarakat mampu menyelesaikan konflik potensial antara kepentingan umum dan hak individu, termasuk di dalamnya kesehatan masyarakat versus privasi individu serta keamanan nasional versus kebebasan individu. Kriteria ni harus dilaksanakan secara menyeluruh termasuk hal-hal berikut: 1. Tidak ada perubahan yg dibenarkan dlm kebijakan dan norma umum kecuali ketika masyarakat menghadapi tantangan serius karena perubahan semacam ni akan berdampak besar kepada masyarakat (Serangan 11 September merupakan salah satu contoh tantangan). 2. Pembatasan hak dpt dipertimbangkan jika terdapat keuntungan signifikan terhadap kepentingan umum—apa yg pengadilan Amerika Serikat rujuk sebagai a “compelling interest/hak untk memaksa” —dan jika keterlibatan pemerintah dpt dibatasi sewajarnya. 3. Efek samping merugikan yg merupakan hasil dari perubahan kebijakan harus ditangani dgn saksama dgn mekanisme yg lebih kuat dan lebih dpt dipertanggungjawabkan. Contoh aplikasi kriteria ni dpt dilihat dlm debat di Amerika Serikat tentang upaya meningkarkan kesehatan masyarakat dgn cara mengetes adanya penyakit HIV pd bayi yg baru lahir. Menurut Komunitarian, tes semacam itu dibenarkan jika: (1) mereka akan menyelamatkan nyawa (seorang banyi dgn HIV memiliki peluang untk sembuh dari HIV jika tak disusui ibunya dan diberi obat AZT), (2) keterlibatan pemerintah hanya ada pd pengujian darah yg diperlukan, dan (3) efek samping kebijakan dpt dibatasi dgn peraturan yg melarang publikasi hasil tes kepada pihak non-medis.Pilihan yg Dikonstruksi secara Sosial
Paham komunitarian menantang paham liberal—tercermin di berbagai ilmu sosial, terutama ekonomi neoklasik dan ilmu hukum—yang beranggapan bahwa pilihan ekonomi dan politik seorang individu harus dihormati dan pemilihan harus diarahkan kepada pemerintahan kenegaraan (melalui voting) dan ekonomi (melalui pengaruh pengeluaran konsumen dlm produksi dan distribusi barang). Dibenarkan secara hukum, bagi pemerintah untk mendorong masyarakat dlm menolak ekstrimis politik / menganjurkan untk menabung lebih banyak. Komunitarian jg mengkritisi posisi libertarian yg secara otoriter mengintervensi pilihan individu berdasarkan pilihan personal. Dalam menjaga pandangan mereka yg berkaitan dgn identitas individu, komunitarian menyetujui bahwa pilihan individu secara signifikan bukanlah otonomi melainkan sebuah cerminan kebudayaan yg lebih besar, yakni aspek-aspek yg dpt dipengaruhi kekuatan tak rasional seperti iklan komersial. Oleh karena itu, usaha masyarakat untk memengaruhi pilihan tersebut dlm hal yg berguna seperti imbauan anti rokok dan kegemukan, tak dpt merusak otonomi pribadi dan bukan merupakan sebuah pelanggaran terhadap martabat manusia.Sektor Ketiga
Komunitarianisme menambahkan elemen utama kepada debat berabad-abad di Barat mengenai peran pemerintah dan peran pasar. Komunitarian berpendapat bahwa perhatian harus jg difokuskan kepada peran masyarakat sipil termasuk keluarga, komunitas lokal dan nonresidensial, organisasi sukarela, sekolah, lembaga keagamaan, yayasan, dan perusahaan nonprofit. Hal yg perlu ditekankan adlh perilaku seperti ni harus diatur dlm berbagai komunitas, termasuk faktor yg mendorong masyarakat untk tak memenuhi tanggung jawab mereka (seperti mengurus anak). Faktor ni dipengaruhi oleh sektor ketiga. Komunitarian menunjukan pentingnya norma soial dan informal untk mengatur pengembangan aturan pro-sosial dan jg dlm menyediakan landasan moral (contohnya kepercayaan/trust)dibutuhkan untk kesuksesan baik bagi pemerintah dan pasar. Jurnalis politik Amerika Serikat Jonathan Rauch memperkenalkan istilah “komunitarianisme lunak” untk merujuk kepada komunitarianisme yg berfokus kepada masyarakat sipil, sebagai kebalikan dari Komunitarianisme Asia Timur “Garis Keras” yg melihat negara sebagai agen sosial.Relativisme Sosial dan Komunitas Global
Karena komunitarian menginginkan formulasi kepentingan komunal, yg pasti merujuk kepada tiap komunitas, maka akan tercipta relativisme etis, / klaim yg menganggap tak ada kepentingan absolut, yg hanya ada kepentingan yg berbeda untk komunitas, budaya, dan masyarakat yg berbeda pula. Walzer mengadopsi sebuah posisi relativistik yg jelas dlm bukunya yg berjudul Spheres of Justice (1983), di mana dia beranggapan bahwa sistem kasta adlh “baik” dlm standar komunitas Indian tradisional. Kritikus berpendapat bahwa posisi dia tak dpt dipertahankan. Seseorang dgn mudah dpt menentukan komunitas yg mengagungkan eksekusi mati, pembunuhan masal, / pembakaran buku untk menyadarkan bahwa sebuah komunitas tak dpt menjadi hakim untk menentukan mana yg “benar”. Dengan kesadaran bahwa tiap masyarakat memiliki nilai luhur yg berbeda, Taylor memiliki pandangan yg sama dgn Rawl yakni “konsensus tumpang tindih” dlm norma dan kebijakan tertentu masih mungkin terjadi, walaupun masyrakat tertentu mungkin memiliki alasan yg berbeda untk meyakini norma / kebijakan mana yg benar. Di Amerika Serikat contohnya, hukum aborsi dan aktivis antiaborsi bekerja sama untk membuat adopsi lebih mudah dan meningkatkan kualitas penitipan anak. Menurut pendapat yg lebih berani yg digagas oleh Cendikiawan Amerika, Don Browning, ada nilai universal yg substantif, seperti hak asasi manusia dan integritas iklim global yg dpt membentuk landasan tertentu yg komunal. Hal yg berhubungan erat dgn pertanyaan tentang cakupan moralitas adlh pembahasan mengenai komunitas itu sendiri. Secara historis, komunitas-komunitas bersifat lokal. Namun, karena perkembangan ekonomi dan teknologi, komunitas yg lebih besar dibentuk untk menciptakan atmosfer politis dan normatif untk menguasai ekonomi dan teknologi—oleh karena itu, bangkitlah komunitas nasional Eropa pd abad 17. Sejak akhir abad 20, ada pemahaman yg berkembang bahwa cakupan komunitas seperti ni terlalu terbatas. Hal ni karena terlalu banyak tantangan yg dihadapi masyarakat dunia seperti ancaman perang nuklir dan realita iklim global. Hal-hal seperti ni tak dpt diatasi dgn level nasional. Untuk itulah perlu dibentuk komunitas yg lebih besar. Komunitas supranasional yg mutakhir saat ni adlh Uni Eroppa/European Union (EU). Namun, sejauh ini, EU belum mengembangkan integrasi sosial dan nilai yg diperlukan oleh sebuah komunitas yg kuat. Isu yg sama berkembang berhunbungan dgn komunitas global. Yang lebih menjadi ideal dibanding sebuah realita? Dapatkah komunitas tersebut dikonstruksi dari atas ke bawah, contohnya melalui PBB? / dari bawah ke atas, melalui proses sosial dan institusi seperti organisasi-organisasi nonpemerintah, norma transnasional (seperti menjaga lingkungan), / bahasa kedua gloabal (yang hampir seperempat populasi dunia dpt berbahasa Inggris secara fungsional), / jaringan sosial informal? Pertanyaan utamanya adlh apakah pemerintahan dunia dpt tetap berjaya tanpa komunitas dunia. []*) Diterjemahkan oleh Edwin Iskandar. Penerjemahan ni semata-mata untk penyebarluasan pengetahuan terkait dgn gerakan civic-Islam-Indonesia. Sumber resmi tulisan ni bisa dibaca di http://britannica.com/EBchecked/topic/1366457/communitarianism
source : http://okezone.com, http://civicislam.blogspot.com, http://stackoverflow.com
0 Response to "Memahami Komunitarianisme bersama Amitai Etzioni"
Post a Comment