POLITIK DENGAN SIMBOL AGAMA ITU SEBATAS UNTUK WADAH NAFSU KUASA KATAKINI.COM Gelar diskusi Civic-Islam di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Jumat 27 Pebruari 2015 menarik perhatian puluhan mahasiswa/mahasiswi UIN Bandung. Sekalipun dikepung hujan, puluhan peserta berhasil hadir di Gedung Studen Center menemui Dr. Asep Salahudin, salah seorang inisiator gagasan Civic-Islam untk mendiskusikan tema pertama “Apa itu Civic-Islam”. Berpijak dari kerangka pengenalan dasar tentang Civic-Islam, Dr. Asep Salahudin memaparkan sejumlah persoalan kontemporer problematika politik nasional, terutama soal Islam-Politik. Dari sudut padang pemikiran Civic-Islam, Islam politik telah gagal karena tak mampu membuktikan perwujudan masyarakat yg baik sesuai dgn tujuan Islam yg substansial. Jangankan perwujudan nilai-nilai ke-Islaman, bahkan sekadar kontribusi sekalipun tak terlihat di dlm percaturan politik nasional. Pengurus Lakspesdam Jawa Barat itu mengatakan, "Islam (dan jg agama lainnya) ketika bermetamorfosa menjadi institusi partai, justru menampakkan wajah “imagologi”. Semacam gerakan politik yg penuh keberisikan tentang fantasi kejayaan masa silam yg dikemas dlm balutan dongengan, dan supaya tampak “ilahiah” dihadirkanlah senarai ayat-ayat Tuhan, tetapi pd faktanya, tak mampu menghadirkan nilai-nilai kebaikan yg diharapkan warga bangsa,” paparnya. Menurut Salahudin, jangankan dlm urusan nilai ke-Islaman. Bahkan dlm kepartaian itu politik Indonesia masih sangat problematis. “Baik partai itu berhaluan Islam, sekuler, nasionalis, nasionalis-religius ketika ditarik dlm praksis tindakan politik harian ternyata sama sekali tak menampilkan jatidiri partai, meminjam analisis Zizek, yg memaknai politik sebagai basis amanah, jujur, menjunjung tinggi akhlakul karimah, asketik, dan imperatif etik lainnya, nyaris tak bisa dibedakan antara politik akal sehat dgn bejat, a specifically political rationality and a specifically political evil," paparnya. Politik simbolis seperti itu menurut Salahudin sangat potensial menumbuhkan kekerasan simbolik bahkan kekerasan fisik karena banyak sekali orang Islam yg justru mengunci kreativitas akalbudi dan dilarikan ke arah metafisik yg naif dan utopis. “Ijtihad, partispiasi publik, delibrasi dan argumentasi dikunci dlm jubah determinasi metafisik. Yang dikedepankan bukan kebenaran politik multikulturalisme kewargaan, tapi citra untk mewadahi nafsu kuasa dan menerapkan utopia kebenaran monolitik. Yang diperdebatakan tak berhubungan sama sekali dgn substansi tapi lebih kepada jualan fantasi, bahkan tahayul,” terangnya.[] -SUMBER katakini.com
source : http://civicislam.blogspot.com, http://kompas.com, http://fb.com
0 Response to "Tentang Politik Islam Simbolis Vs Politik Islam Hakiki"
Post a Comment