vesoe.blogspot.com - Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman (yang artinya) :
"Pada hari ni telah kusempurnakan untk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan nikmat-Ku dan telah Kuridhai Islam sebagai agama bagimu ".
(QS. Al Maidah : 3).
Dan Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam pernah pernah bersabda (yang artinya):
"Barang siapa mengada-adakan satu perkara (dalam agama) yg sebelumnya belum pernah ada, maka ia tertolak ". (HR. Bukhari Muslim)
dalam riwayat Muslim (yang artinya):
"Barang siapa mengerjakan perbuatan yg tak kami perintahkan (dalam agama) maka ia tertolak".
Masih banyak lagi hadits-hadits yg senada dgn hadits ini, yg semuanya menunjukan dgn jelas, bahwasanya Allah telah menyempurnakan agama ni untk umat-Nya. Dia telah mencukupkan nikmat-Nya bagi mereka. Dia tak mewafatkan nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wassallam kecuali setelah beliau menyelesaikan tugas penyampaian risalahnya kepada umat dan menjelaskan kepada mereka seluruh syariat Allah, baik melalui ucapan maupun pengamalan.
Beliau menjelaskan segala sesuatu yg akan diada-adakan oleh sekelompok manusia sepeninggalnya dan dinisbahkan kepada ajaran Islam baik berupa ucapan ataupun perbuatan, semuanya bid'ah yg tertolak, meskipun niatnya baik. Para sahabat dan ulama mengetahui hal ini, maka mereka mengingkari perbuatan-perbuatan bid'ah dan memperingatkan kita dari padanya. Hal ni disebutkan oleh mereka yg mengarang tentang pengagungan sunnah dan pengingkaran bid'ah seperti Ibnu Wadhah dan Abi Syamah dan lainnya.
Diantara bid'ah yg biasa dilakukan oleh banyak orang adlh bid'ah mengadakan upacara peringatan malam nisyfu sya'ban dan mengkhususkan hari tersebut dgn puasa tertentu. Padahal tak ada satupun dalil yg dpt dijadikan sandaran, memang ada beberapa hadits yg menegaskan keutamaan malam tersebut akan tetapi hadits-hadits tersebut dhaif sehingga tak dpt dijadikan landasan. Adapun hadits-hadits yg menegaskan keutamaan shalat pd hari tersebut adlh maudhu' (palsu).
A1 Hafidz ibnu Rajab dlm bukunya "Lathaiful Ma'arif ' mengatakan bahwa perayaan malam nisfu sya'ban adlh bid'ah dan hadits-¬hadits yg menerangkan keutamaannya adlh lemah.
Imam Abu Bakar At Turthusi berkata dlm bukunya `alhawadits walbida' : "Diriwayatkan dari wadhoh dari Zaid bin Aslam berkata :"kami belun pernah melihat seorangpun dari sesepuh ahli fiqih kami yg menghadiri perayaan nisyfu sya'ban, tak mengindahan hadits makhul (dhaif) dan tak pula memandang adanya keutamaan pd malam tersebut terhadap malam¬-malam lainnya".
Dikatakan kepada Ibnu Maliikah bahwasanya Ziad Annumari berkata:
"Pahala yg didapat (dari ibadah ) pd malam nisyfu sya'ban menyamai pahala lailatul qadar.
bnu Maliikah menjawab : Seandainya saya mendengar ucapannya sedang ditangan saya ada tongkat, pasti saya pukul dia. Ziad adlh seorang penceramah.
Al Allamah Syaukani menulis dlm bukunya, fawaidul majmuah, sebagai berikut : Hadits : "Wahai Ali barang siapa melakukan shalat pd malam nisyfu sya'ban sebanyak seratus rakaat : ia membaca tiap rakaat Al Fatihah dan Qulhuwallahuahad sebanyak sepuluh kali, pasti Allah memenuhi segala .... dan seterusnya.
Hadits ni adlh maudhu', pd lafadz-lafadznya menerangkan tentang pahala yg akan diterima oleh pelakunya adlh tak diragukan kelemahannya bagi orang berakal, sedangkan sanadnya majhul (tidak dikenal). Hadits ni diriwayatkan dari jalan kedua dan ketiga, kesemuanya maudhu ' dan perawi¬-perawinya majhul.
Dalam kitab "Al-Mukhtashar" Syaukani melanjutkan : "Hadits yg menerangkan shalat nisfu sya'ban adlh batil" .
Ibnu Hibban meriwayatkan hadits dari Ali : "...Jika datang malam nisfu sya'ban bershalat malamlah dan berpusalah pd siang harinya". Inipun adlh hadits yg dhaif.
Dalam buku Al-Ala'i diriwayatkan :
"Seratus rakaat dgn tulus ikhlas pd malam nisfu sya'ban adlh pahalanya sepuluh kali lipat". Hadits riwayat Ad-Dailamy, hadits ni tak maudhu; tetapi mayoritas perawinya pd jalan yg ketiga majhul dan dho'if.
Imam Syaukani berkata : "Hadits yg menerangkan bahwa dua belas raka' at dgn tulus ikhlas pahalanya adlh tiga puluh kali lipat, maudhu'. Dan hadits empat belas raka'at ....dst adlh maudhu".
Para fuqoha' banyak yg tertipu oleh hadits-¬hadits maudhu' diatas seperti pengarang Ihya' Ulumuddin dan sebagian ahli tafsir. Telah diriwayatkan bahwa sholat pd malam itu yakni malam nisfu sya'ban yg telah tersebar ke seluruh pelosok dunia semuanya adlh bathil (tidak benar) dan haditsnya adlh maudhu'.
Al-Hafidh Al-Iraqy berkata : "Hadits yg menerangkan tentang sholat nisfu sya'ban maudhu' dan pembohongan atas diri Rasulullallah Shalallahu’alaihi Wassallam.
Dalam kitab Al-Majmu', Imam Nawawi berkata :"Shalat yg sering kita kenal dgn shalat ragha'ib berjumlah dua belas raka'at dikerjakan antara maghrib dan isya' pd malam jum'at pertama bulan rajab, dan sholat seratus raka'at pd malam nisfu sya'ban, dua sholat ni adlh bid'ah dan mungkar.
Tak boleh seorangpun terpedaya oleh kedua hadits tersebut hanya karena telah disebutkan didalam kitab Qutul Qulub dan Ihya' Ulumuddin, sebab pd dasarnya hadits-haduts tersebut bathil (tidak boleh diamalkan). Kita tak boleh cepat mempercayai orang-orang yg menyamarkan hukum bagi kedua hadits yaitu dari kalangan a'immah yg kemudian mengarang lembaran-¬lembaran untk membolehkan pengamalan kedua hadits tersebut.
Syaikh Imam Abu Muhammad Abdurrahman bin Isma' il Al-Maqdisy telah mengarang suatu buku yg berharga; beliau menolak (menganggap bathil) kedua hadits diatas.
Dalam penjelasan diatas tadi, seperti ayat-ayat Al-Qur'an dan beberapa hadits serta pendapat para ulama jelaslah bagi pencari kebenaran (haq) bahwa peringatan malam nisfu sya' ban dgn pengkhususan sholat / lainnya, dan pengkhususan siang harinya degan puasa itu semua adlh bid’ah dan mungkar tak ada dasar sandarannya didalam syari'at Islam ini, bahkan hanya merupakan perkara yg diada-adakan dlm Islam setelah masa hidupnya para shahabat. Marilah kita hayati ayat Al-Qur'an dibawah ni (yang artinya):
"Pada hari ni telah Ku-sempurnakan untk kamu agamamu dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan Ku-Ridhoi Islam sebagai agamamu".
Dan banyak lagi ayat-ayat lain yg semakna dgn ayat diatas. Selanjutnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):
"Barang siapa mengada-adakan satu perkara (dalam agama) yg sebelumnya belum pernah ada, maka ia tertolak". (HR. Bukhari Muslim).
Dalam hadits lain beliau bersabda (yang artinya):
"Janganlah kamu sekalian mengkhususkan malam jum 'at dari pd malam-malam lainnya dgn suatu sholat, dan janganlah kamu sekalian mengkhususkan siang harinya untk berpuasa dari pd hari-hari lainnya, kecuali jika sebelum hari itu telah berpuasa" (HR. Muslim).
Seandainya pengkhususan suatu malam dgn ibadah tertentu itu dibolehkan oleh Allah, maka bukankah malam jum'at itu lebih baik dari pd malam-malam lainnya, karena hari jum'at adlh hari yg terbaik yg disinari oleh matahari ? Hal ni berdasarkan hadits-hadits Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam yg shohih.
Tatkala Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam telah melarang untk mengkhususkan sholat pd malam hari itu ni menunjukkan malam yg lainnya lebih tak boleh lagi. Kecuali jika ada dalil yg shohih yg mengkhususkannya.
Manakala malam lailatul Qadar dan malam¬-malam bulan puasa itu disyari'atkan supaya sholat dan bersungguh-sungguh dgn ibadah tertentu, Nabi mengingatkan dan menganjurkan kepada ummatnya agar supaya melaksanakan¬nya, beliaupun jg mengerjakannya. Sebagaimana disebutkan didalam hadits yg shohih (yang artinya):
"Barang siapa melakukan sholat pd malam bulan ramadhan dgn penuh rasa iman dan mengharap pahala niscaya Allah akan mengampuni dosanya yg telah lewat. Dan barangsiapa yg melakukan sholat pd malam lailatul Qadar dgn penuh rasa iman niscaya Allah akan mengampuni dosa yg telah lewat" (Muttafaqun 'alahi).
Jika seandainya malam nisfu sya'ban, malam jum'at pertama pd bulan rajab, serta malam isra' mi'raj diperintahkan untk dikhususkan dgn upacara / ibadah tertentu, pastilah Rasululah Shalallahu’alaihi Wassallam menjelaskan kepada ummatnya / menjalankannya sendiri. Jika memang hal ni pernah terjadi, niscaya telah disampaikan oleh para shahabat kepada kita, mereka tak akan menyembunyikannya, karena mereka adlh sebaik-baik manusia clan yg paling banyak memberi nasehat setelah Rasululah Shalallahu’alaihi Wassallam.
Dari pendapat-pendapat ulama tadi anda dpt menyimpulkan bahwa tak ada ketentuan apapun dari Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam ataupun dari para sahabat tentang keutamaan malam malam nisfu sya'ban dan malam jum'at pertama pd bulan Rajab.
Dari sini kita tahu bahwa memperingati perayaan kedua malam tersebut adlh bidah yg diada-adakan dlm Islam, begitu pula pengkhususan dgn ibadah tertentu adlh bid'ah mungkar; sama halnya dgn malam 27 Rajab yg banyak diyakini orang sebagai malam Isra dan Mi'raj, begitu jg tak boleh dirayakan dgn upacara-upacara ritual, berdasarkan dalil-dalil yg disebutkan tadi.
(Diringkas/ disadur dari kitab Tahdzir minul bida' karya Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Oleh An Nafi'ah dan redaksi).
source : http://cnn.com, http://lintas.me
0 Response to "Hukum Perayaan Malam Nisyfu Sya'ban"
Post a Comment